NONTON TV DA PAI....

BEREBUT MAMFAAT SUNGAI KOMERING

Rabu, 04 Juni 2008
Share

SORE hari, Bendung Perjaya yang merupakan bangunan pengatur debit air untuk irigasi teknis Komering, ramai layaknya pasar.

Ibu-ibu dan anak perempuan antre mencuci pakaian di dinding bendungan. Para laki-laki dengan sampan kecil, bolak-balik mengitari perairan di muka pintu air. Jala yang mereka bawa berulang kali ditebar ke tengah sungai. Setiap kali ditarik, puluhan ikan seluang dan jelabat menggelepar di dalam jaring.

Jembatan yang ada di atas pintu air digunakan sebagai tempat bersantai bagi masyarakat yang datang dari sekitar bendungan. Bendungan yang selesai dibangun tahun 1991 itu telah menjadi salah satu urat nadi kehidupan masyarakat Komering.

"Kalau mengikuti peraturan, seharusnya di sekitar pintu air itu tidak boleh ada kegiatan mencari ikan seperti sekarang karena bisa membahayakan keselamatan mereka. Tetapi, masyarakat akan marah jika dilarang," tutur Kepala Unit Bendung Perjaya M Ali.

Aliran Sungai Komering yang berhulu di Danau Ranau "dibelokkan" untuk mengairi sawah. Bendung Perjaya yang terletak di Kabupaten OKU Timur mengatur aliran air tersebut untuk mengairi sekitar 46.000 hektar persawahan yang ada di Sumatera Selatan (Sumsel) dan Lampung.

Di Sumsel, daerah utama yang menikmati fasilitas pengairan ini adalah Kecamatan Belitang. Tak heran, para petani di daerah ini tidak perlu khawatir akan kekurangan air selama menanam padi. Mereka pun bisa melakukan panen dua sampai tiga kali setahun.

Sebenarnya proyek Irigasi Komering adalah proyek jangka panjang. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah sudah memprogramkan pengembangan jaringan irigasi teknis ini sampai tiga tahap, dengan rencana mampu mengairi sekitar 120.000 hektar sawah di Sumsel dan Lampung. Namun, baru memasuki tahap kedua, pengembangan proyek yang mendapat bantuan dari Pemerintah Jepang ini terhambat krisis ekonomi pada 1997.

Akibatnya, rencana pembangunan jaringan irigasi sampai ke daerah Komering Selatan seluas 10.000 hektar dan Muncak Kabau seluas 7.300 hektar pun gagal direalisasikan.

"Hal itu juga yang memicu kecemburuan masyarakat Komering yang daerahnya tidak kebagian irigasi. Sawah tadah hujan yang mereka kelola hanya bisa tanam padi sekali setahun, akibatnya banyak yang malas berusaha," ungkap seorang penjaga Bendung Perjaya.

Bertani dan berdagang adalah dua mata pencaharian utama warga Komering sejak dulu sampai sekarang. Sebagian besar warga Komering masih bertani dengan cara yang tradisional, berupa mengolah sawah tadah hujan maupun tanaman padi ladang.

Tak jarang, mereka pun akhirnya memilih jalan pintas. Dengan alasan terimpit kebutuhan ekonomi, mereka melakukan pemerasan atau perampasan. "Wajar jika masyarakat sini merasa mereka yang paling berhak atas manfaat sungai itu karena melintasnya kan di wilayah mereka," tutur Rusdi, warga Martapura.

Namun, rasa "kepemilikan" itu tak jarang membuat repot pengelola Bendung Perjaya. Kerap kali terjadi, untuk kepentingan mencari ikan, warga dengan seenaknya meminta pengelola bendungan untuk membuka atau menutup pintu air. "Padahal, membuka pintu air itu kan tidak sembarangan, bisa-bisa nanti daerah Belitang kebanjiran kalau debit air terlalu besar," ujar M Ali.

Memenuhi keinginan semua orang memang tidak mudah. Harapan masyarakat Komering untuk bisa menikmati manfaat dari irigasi teknis tersebut terhambat oleh mandeknya proyek, dan belum ada kejelasannya sampai sekarang.

Related Posts by Categories



0 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...